Pajak bumi dan bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya kepemilikan hak, penguasaan, atau perolehan manfaat atas suatu bumi atau bangunan. Pemungutan PBB menjadi wewenang pemerintah pusat sebelum Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang disahkan pada tahun 2019.
Pengelolaan PBB terbagi menjadi dua, yaitu pemerintah daerah untuk PBB-P2 dan pemerintah pusat untuk PBB-P3. Berdasarkan Pasal 1 poin 37 UU PDRD, bahwa PBB-P2 merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Objek dari PBB-P2 yaitu bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan, seperti apartemen, rumah susun, hotel, pabrik, tanah kosong dan sawah.
Berdasarkan UU HKPD, tarif PBB-P2 bervariasi tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat dengan tarif maksimal yang ditetapkan sebesar 0,3%. Pada saat menghitung PBB-P2 tidak terdapat Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang merupakan suatu presentase tertentu dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Untuk PBB-P2 ditetapkan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah Rp 10 juta bagi setiap wajib pajak. NJOPTKP sendiri adalah batas nilai jual objek pajak yang tidak kena pajak, artinya untuk mengetahui besar PBB terlebih dahulu harus dikurangi dengan NJOPTKP terlebih dahulu.
Sedangkan, objek PBB-P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan dan sektor lainnya. Merujuk pada Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2015, PBB sektor lainnya mencakup perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik dan jalan tol.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2002, bahwa objek PBB-P3 sebesar 40% dari NJOP, apabila NJOP nya mencapai Rp 1 miliar atau lebih. Sedangkan, untuk sektor dengan NJOP dibawah Rp 1 miliar, NJKP nya ditetapkan sebesar 20%. Tarif PBB-P3 berdasarkan UU HKPD mempunyai tarif tunggal 0,5%. Untuk PBB-P3, NJOPTKP dikenakan sebesar Rp 12 juta, sedangkan dalam perhitungan dasar PBB-P3 terdapat Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
Referensi
Alifatu Mazidah. (2022). Apa Perbedaan PBB P2 dan PBB P3? Cek Disini. Ortax. https://ortax.org/apa-perbedaan-pbb-p2-dan-pbb-p3-cek-disini#:~:text=PBB%20yang%20mencakup%20PBB%20Perkebunan,P2%20merupakan%20wewenang%20pemerintah%20daerah.
Aprilia Hariani. (2022). Mengulik Perbedaan PBB-P2 dan PBB-P3. Pajak.com. https://www.pajak.com/pajak/mengulik-perbedaan-pbb-p2-dan-pbb-p3/
Tommy. (2023). Pahami Perbedaan PBB-P2 dan PBB-P3. Pajakku. https://www.pajakku.com/read/617fc2cf4c0e791c3760bc7e/Pahami-Perbedaan-PBB-P2-dan-PBB-P3-